Selasa, 24 Agustus 2010

Sore di Stasiun Beos-Kota, Jakarta Pusat

Bagi saya, hidup itu nggak enak kalo monoton terus. harus dinamis dan ada variasinya.

sore itu, saat pulang dari kantor rasanya masih ada sisa keceriaan, canda dan tawa dari temen-temen yang sejak pagi ngerjain salah seorang staff ADM yang katanya mau di lamar?(he..he). saking masih cerianya, jalan kaki dari kantor ke harco sambil ber gerimis ria kayaknya tidak terasa lagi. Sampai depan Harco jadinya bingung deh, mau naik bus trans Jakarta dari arah Ancol atau mau ke Kota dulu. Akhirnya ada mikrolet M39, hmmm naik aja deh. Oleh sang supir saya dipersilahkan duduk di depan, padahal ada Istrinya yang lagi hamil. wahhh, kikuk banget. “daripada nunggu lama yah naik aja lah pikirku, walau rikuh banget sumpah”. Udah deket stasiun Kota macet total. Langit semakin mendung suasana pulang kerja yang super crowded. Waktu akhirnya terbuang percuma di mikrolet. daripada kikuk clingak-clinguk dan macet, akhirnya dengan tekat yang bulat saya memutuskan untuk turun dan jalan lagi. Hah, lumayan lah dari Pangeran Jayakarta (ujung) ke stasiun Kota.

Grimis masih mengundang he..he.., tapi lumayanlah udara kota jadi lebih sejuk. hari sudah semakin gelap, ditambah mendung pula. Jam menunjukkan pukul 17.15. Naik bus way jam segini pastinya macet banget. belum transitnya ke Harmoni. Jadi dengan tekad yang udah setengah bulat saya membelokkan langkah untuk masuk ke Stasiun. Yang namanya lama tidak naik KRL, bingung juga. Perubahan selama 2 tahun itu sepertinya banyak terjadi. tempat loketnya juga sudah berubah. Setelah beberapa kali nanya, jadinya beli tiket Benteng Expres yang ke arah Tanggerang. Wah ternyata harga tiketnya lebih mahal dibandingkan dengan Bus Trans Jakarta. Tapi mudah-mudahan aman lah.

Jam menunjukkan pukul 17.20, jadwal pemberangkatan masih lama yaitu jam 18.00. Magrib juga masih lama, daripada nanti tidak bisa sholat mending sekarang nongkrong di mushola dulu. Pas depan Mushola’ ada KRL Ekonomi Bogor. Wah ada yang ngelirik dari dalem kereta, wanita berjilbab lebar dan hitam sedang bergelantungan di dalam kereta menunggu pemberangkatan. Astagfirulloh, sempet adu pandangan tapi begitu sama-sama sadar langsung saling menghindar. akhirnya kereta itu berangkat dan view menjadi lebih luas.

Menjelang Magrib, ternyata di depan mushola ada yang dagang makanan. Hm…laper, tapi duitnya terbatas banget nih. Jadi cuma beli minun aja deh. Sedang asiknya minum, tiba-tiba ada anak kecil yang mendekat. “om…bagi duitnya om, saya belum makan…” Anak itu terlihat kurus, kusam dan wajahnya pucat. Memang kamu belum makan?tanyaku. Duh, mau bantu tapi duit juga terbatas. Pas di depan ada yang jual makanan. “ya udah kamu mesen mau makan apa….” kataku. “tapi om, saya boleh ngajak temen saya ngak?” pintanya. waduh duit terbatas banget lagi, “tapi duit om cuma cukup untuk beli satu makanan”… “belinya satu aja, saya makannya berdua”. Ya udah, ngak apa-apa fikirku. Melihat anak itu senang, hati ini juga senang. Walau capek rasanya.

Magrib hampir menjelang, aku seketika itu bergegas ke mushola. Ambil air wudhu, dan menunggu azan magrib. Subhanalloh, mushola yang sekecil itu ternyata sudah dipenuhi orang-orang yang ingin melaksananakan ibadah sholat Magrib berjama’ah. Ternyata orang-orang di Jakarta masih ada yang mempedulikan ibadahnya. Mereka rela berdesak-desakan dan mengantri untuk bisa sholat Magrib.

Selesai Sholat Magrib, tidak sempat untuk dzikir dan do’a lebih lama karena tempatnya mau dipakai oleh yang lain. Selain itu, ternyata kereta Benteng Expres sudah tiba. Saya bergegas memakai sepatu dan menuju ke peron 3 tempat kereta itu parkir.

“Sore itu, pengalaman yang saya alami benar-benar dinamis”

saya berdo’a untuk anak yang sama temui di stasiun kota :

mudah-mudahan Alloh SWT mengangkat derajatnya dan menjadikan ia sebagai pejuang bagi Agama. Dan bisa menjadi generasi pengganti yang baik.

Tidak ada komentar: